TEORI ETIKA LINGKUNGAN


1)    Antroposentrisme
Teori antroposentrisme berpendapat bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Karena manusia adalah penguasa tunggal atas alam. Cara pandang antroposentris ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya, tanpa cukup member perhatian kepada kelestarian alam.
Teori ini diperkuat dengan paradigma ilmu Cartesian yang bersifat mekanistik reduksionis, dimana adanya pemisahan yang tegas antara manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek ilmu pengetahuan yang menyebabkan terjadinya pemisahan antara fakta dengan nilai. Adalah tidak relevan jika menilai baik buruk ilmu pengatahuan dan teknologi beserta segala dampaknya dari segi moral dan agama. Antroposentrisme melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam.

2)      Animalsentrisme
Pandangan ini beranggapan bahwa bukan hanya manusia yang pantas mendapatkan pertimbangan moral, melainkan juga dunia hewan. Perhatian moral tidak hanya terbatas pada manusia, tetapi juga mencakup seluruh dunia hewan. Sebagai contoh, perusakan lingkungan hidup dengan cara menebang hutan secara liar dan tidak bertanggungjawab dengan sendirinya ikut mempengaruhi kehidupan mahluk-mahluk hidup lain di sekitarnya.

3)      Biosentrisme
Teori biosentrisme memandang setiap bentuk kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi dirinya sendiri sehingga pantas dan perlu mendapat penghargaan dan kepedulian moral atas nilai dan harga dirinya itu, terlepas apakah ia bernilai tidak bagi manusia. Harus ada perluasan lingkup diberlakukannya etika dan moralitas untuk mencakup seluruh kehidupan di alam semesta. Etika seharusnya tidak lagi dipahami secara terbatas dan sempit yang berlaku pada komunitas manusia, tetapi etika berlaku bagi seluruh komunitas biotik, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya.

4)      Ekosentrisme
Teori Ekosentrisme mengembangkan wilayah pandangan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara ekologis, sistem alam semesta dibentuk dan disusun oleh sistem hidup (biotik) dan benda-benda abiotik yang saling berinteraksi satu sama lin. Masing-masing saling membutuhkan dan memiliki fungsi yang saling mengisi dan melengkapi. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup, melainkan juga berlaku bagi seluruh entenitas ekologis.
Implementasinya yaitu gerakan Deep Ecology (DE) yang mengupayakan aksi-aksi konkret dari prinsip moral etika ekosentrisme secara komprehenseif menyangkut seluruh kepentingan elemen ekologis, tidak sekedar sesutau yang instrumental dan ekspansif seperti pada antroposentrisme.

Comments